Minggu, 26 Oktober 2008

FANA FI LLAH

FANA FI LLAH
(Sedikit tentang kata : Ana al-Haqq)

Semua tujuan akhir dari latihan dan perjalanan kaum Sufi adalah mencari dan menyatukan diri dengan Tuhannya. Mencintai Tuhan menurut kaum Sufi adalah bersatunya khalik dengan makhluk. Dengan kata lain, leburnya sifat makhluk dalam keabadian dzat dan sifat Allah. Keadaan seperti itu disebut Fana fillah.
Hampir semua konsep Sufi selalu menekankan bahwa hijab yang paling sering menghalangi manusia menuju Allah, adalah ke-akuan dirinya, hawa nafsu, hasrat atau keinginan dan melalaikan Allah, hal-hal itu disebut sebagai pembantu-pembantu iblis, yang semuanya harus dibersihkan dari dalam jiwa. Dari semua itu hawa nafsu-lah yang merupakan penghalang terbesar bagi pencerahan jiwa seseorang.
Ibn ‘Arabi mengatakan :
“Man arafa nafsahu faqod arafa robbahu”
(Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal akan Tuhannya)
Akan tetapi untuk mengenal dirinya (nafs), maka manusia harus dapat menundukkan nafsunya yang memiliki naluri-naluri rendah. Dalam Al-Qur’an nafsu dikenal dalam tiga rujukan, yaitu : Nafsu ammarah bissu, nafsu yang mendorong ke arah kejahatan (QS 12 : 53), Nafsu lawwamah, nafsu yang menyesali (dirinya) (QS 75 : 2), dan akhirnya Nafsu muthma’innah, yaitu nafsu yang tenang dan damai (QS 89 : 27)
Jalaludin Rumi, seorang Sufi terkemuka dari Balkhi, kota yang terletak di sebelah utara Afghanistan, bersenandung : ”Ketika nafs melolong seperti seekor srigala, maka aku akan menaruhnya di dalam karung seperti anjing”.
Dalam syair itu Jalaludin Rumi hendak mengatakan, bahwa nafsu harus ditundukkan bahkan dididik sebagaimana seekor anjing. Karena ketika nafsu tampak seperti seekor anjing, maka ia dapat dilatih. Ia bukan hanya bisa ditundukkan, tetapi juga dapat menjadi pelindung. Seekor kalb mu’allam (anjing yang terlatih) dapat melindungi pemiliknya dan menjauhkannya dari musuh-musuhnya.
Tetapi mendidik nafsu itu akan dapat tercapai apabila disertai dengan rasa cinta. Rasa cinta itu diperlukan untuk dapat mengubah “iblis manusia” menjadi “seorang malaikat”. Dan rasa cinta itu berada di dalam hati. Ya hanya di hati !.
Hati adalah rumah dan kebun. Hati adalah masjid, bahkan masjid al-Aqsha. Hati adalah ka’bah, rumah Allah, dan hati juga singgasana Allah, dimana Dia menunjukkan diri-Nya sendiri. Hati manusia laksana cermin yang harus digosok, dipoles dan dibersihkan, yaitu ia harus mengalami periode riyadloh (latihan) yang panjang agar bisa menjadi bening kemilau, karena pada akhirnya pantulan yang berseri-seri dari Sang Kekasih (Tuhan) akan muncul dalam cermin itu, sehingga akhirnya Sang Pencinta dan Sang Kekasih akan menjadi cermin bagi satu dengan yang lainnya.
Ada satu dongeng (ceritera) dari Bizantium, pada suatu ketika diadakan sayembara melukis pada dinding batu pualam di istana Bizantium antara pelukis dari Tiongkok dan pelukis dari Bizantium. Pada waktu itu Tiongkok merupakan negri yang terkenal karena lukisannya, karena bobot kualitas pelukisnya dianggap paling hebat. Demikianlah kedua pelukis itu saling membelakangi dan masing-masing ditutup dengan tirai. Ketika kedua pelukis itu sudah selesai dengan karyanya, maka tirai dibuka. Pelukis Tiongkok itu membuat lukisan yang sangat indah, semua orang terpesona oleh keindahan lukisan itu, sedangkan pelukis Bizantium sama sekali tidak membuat lukisan, tetapi ia menggosok dinding pualam itu dengan sangat sempurna, sehingga lukisan pelukis dari Tiongkok itu terpantul di dalamnya dan terlihat lebih indah dari aslinya. Tugas untuk menggosok hati (qalbu), sehingga menjadi bening seperti cermin, sebagaimana yang dilakukan oleh pelukis dari Bizantium tadi, adalah tugas Sang Pencinta, sehingga Sang Kekasih, Illahi, dapat bersinar dalam kemuliaan yang penuh di dalam hati. Namun hati juga harus dikosongkan dari selain Dia.
Para Sufi menggunakan kiasan pedang atau sapu dari “Laa”, kata pertama pengakuan iman Laa ilaaha illallah, tidak ada Tuhan lain, kecuali hanya Allah semata. Seperti sebuah pedang ia memotong segala sesuatu yang bukan Allah, atau rumah harus dibersihkan dengan sapu untuk membuang segala kotoran atau sampah (maksudnya disini karat-karat yang ada di dalam hati), sehingga hanya Sang Kekasih saja yang dapat tinggal di dalamnya. Maka disini Sang Pencinta dan Sang Kekasih bisa menyatu, dirinya lebur dalam fana fi llah. Disini ia berada dalam situasi penyatuan (Ittihad), penyatuan berarti pemisahan dari segala sesuatu selain Allah, dalam hati tidak melihat atau memuja apa-apa selain Allah. Ketika seseorang mengucapkan “Laa ilaaha illallah”, hal itu berarti dia menghilangkan semua keberadaan, termasuk menghilangkan keberadaan dirinya. Ucapan itu hanya untuk Dia (Allah) semata, yang ada hanyalah Allah, disana terukir ucapan “Ana al-Haqq”. Ucapan “Ana al-Haqq” itu ucapan Allah, bukan ucapan makhluk. Jika seseorang mengucapkan “laa ilaaha illallah”, sedang dalam hatinya terisi selain Allah, yaitu terisi dunia dan akhirat, maka ucapan itu termasuk kedustaan.
Seseorang yang telah lebur dalan fana fi llah, berarti ke-akuannya telah musnah dan yang ada hanyalah Allah. Ma’rifatnya telah mengosongkan dunia dan akhirat dari hatinya, dan yang ada hanyalah Allah. Inilah Sufi yang sebenarnya. Hatinya telah bebas dari cengkeraman hal-hal yang bersifat jasmani. Secara konseptual seorang sufi adalah pribadi yang telah terbebas dari belenggu nafs-nya baik secara lahir maupun batin. Manusia yang menjadi perwujudan Sifai-Sifat Allah.
Al-Hallaj seorang tokoh Sufi yang paling mengundang kontroversi dalam sejarah tasawwuf, karena ajarannya yang berkenaan bersatunya manusia dengan Allah, ketika ditanya tentang ucapan beliau “Ana al-Haqq”, beliau mengatakan ketika berujar “Ana al-Haqq”, beliau sedang dalam lingkungan ma’rifat yang merasakan kekosongan dunia akhirat, dan yang ada hanya ke-esaan Allah. Bagi Al-Hallaj, kata ganti “Aku” (Ana) adalah ciptaan Allah. Karena itu kata “Aku” merupakan hak dan otoritas daripada Allah. Manusia menggunakan kata ganti “Aku” hanya bersifat sementara dan merupakan pinjaman dari Allah. Hanya Tuhan yang berhak mengatakan “Aku”, dan hati harus dikosongkan untuk menerima-Nya. Al-Hallaj mengatakan “Ana al-Haqq” ketika rahasia ke-Tuhanan telah tersingkap di hatinya, kemudian beliau mengetahui dan memahaminya. Ke-akuannya telah musnah dan yang ada di hatinya hanyalah Allah semata, sehingga beliau mengalami kebahagiaan di tengah siksaan penguasa.
Apa yang telah dikatakan oleh Al-Hallaj sebenarnya bukanlah satu-satunya persoalan kontroversial dalam dunia tasawwuf. Ibnu Thaifur bin Isa, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Yazid al-Busthami, adalah seorang tokoh sufi yang tidak kalah kontroversialnya. Beliau membangun teorinya di atas konsep Muraqabah (pengawasan Tuhan). Sebuah konsep yang dalam filsafat Hindu dikenal dengan tema “Samadhy” (istighraq, melebur dengan Tuhan). Abu Yazid al-Busthami pernah mengatakan ”Sesungguhnya aku adalah Allah”.
Tegasnya kalimat ungkapan Al-Hallaj, “Ana al-Haqq” merupakan pernyataan tentang kefanaan manusia dan merupakan pernyataan kepada eksistensi Allah. Ketika manusia sirna, mati, dan rusak, maka “keakuan” tersebut kembali ke asalnya, yaitu Allah.
Jalaludin Rumi ketika ditanya tentang ungkapan kata “Ana al-Haqq” menjawab bahwa kata Ana al-Haqq itu bukanlah pengakuan atas ke-agungan, melainkan suatu kerendahan hati yang total. Apabila seseorang mengatakan : ”Aku adalah hamba Tuhan”, itu berarti dia menyebutkan adanya dua keberadaan, yaitu dirinya dan Tuhan. Sedangkan ungkapan “Ana al-Haqq” berarti peniadaan diri, yakni dia menyerahkan keberadaan dirinya sebagai kekosongan. Apabila dikatakan : ”Aku adalah Tuhan”, berarti Aku (dirinya) tidak ada, segala sesuatu adalah hanya Dia. Keberadaan itu adalah Tuhan sendiri, sedangkan aku (dirinya) bukan keberadaan, sama sekali bukan apa-apa. La maujuda illallah.
Pernyataan ini sangat luar biasa, lebih dari pengakuan keagungan apapun. Tetapi sayangnya masih banyak orang yang belum memahami tentang hal itu. Ketika manusia menyadari penghambaannya kepada Tuhan, dia sudah sadar atas apa yang diperbuatnya sebagai hamba Allah. Namun dia masih memandang dirinya dan perbuatannya, menyembah kepada Allah. Ini berarti dia tidak “tenggelam” dalam fana. Tenggelam adalah ketika diri seseorang tidak memiliki gerakan atau perbuatan, kecuali digerakkan oleh perubahan air. Manusia yang telah tenggelam dalam fana, adalah dia yang telah larut ke dalam sifat-sifat, asma dan af’al Allah. Dirinya lebur, lenyap bersama Sang Kekasih, menjadi cermin dari zat yang paling indah. Ia telah mencapai puncak cintanya. Cinta sejati pada Sang Kekasih Abadi. Inilah tingkat fana fi llah, dimana seseorang yang telah sampai pada tahap ini akan mendapatkan kesadaran, rasa cinta dan rasa “bersatu” dengan Allah. Allah akan menghiasinya dengan akhlak yang mulia dan tingkah laku yang terbaik. Orang yang telah sampai pada tahap ini telah dapat melepaskan dirinya dari segala atribut keduniawian, Allah telah memberinya pakaian yang mengandung Sifat dan Akhlak Ketuhanan (Illahiyyah), segala bentuk ghairullah (segala sesuatu yang bukan Allah) telah dikesampingkan dari hatinya.
Syekh Abdul Qodir al-Jailani dalam Kitab Fathur Rabbani, mengatakan sebagai berikut
“Barang siapa mengetahui orang yang dicintai Allah, berarti telah mengetahui orang yang mengenal Allah melalui hatinya yang masuk ke dalam sirrinya. Tuhan kita Azza wa Jalla adalah dzat yang wujud yang bisa dilihat.”
Ini sebagaimana ditandaskan oleh Rasulullah saw :
“Kamu semua akan melihat Tuhanmu secara jelas seperti kamu melihat matahari dan bulan yang tidak menyakitkan penglihatanmu”
“Hari ini kamu bisa melihat-Nya melalui matahati, dan besok dengan mata kepala; Tiada penyerupa bagi-Nya sesuatu-pun dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Orang yang melihat dengan hatinya melaui sirrinya, artinya orang yang telah suci hatinya. Orang yang telah suci hatinya : kemana pun wajah menghadap, terlihatlah wajah Allah”. Tetapi Allah tidak serupa dengan yang baru, tidak berwarna tidak berupa; tidak hijau seperti daun, tidak merah, putih, kuning seperti bunga. Orang seperti itu dengan pandangannya telah merasakan kehadiran Tuhannya, dimana pun ia berada, kemana pun ia menghadap. Bahkan ia sudah dapat merasakan hilangnya semua makhluk, yang ada hanya wujud Dia (Allah) yang tunggal. Disana lah terukir kata “Ana al-Haqq”
Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Ana ahmadun bilaa mim”, maksudnya ahad (Allah)
dan sabdanya lagi :
“Ana ‘arabun bilaa ‘ain”, maksudnya Rabb (Allah)
Juga sufi-sufi yang lain, seperti Syekh Abdul Qodir Jailani, Syekh Bahaudin Naqsyabandi, Mansur al-Hallaj, Ibnu ‘Arabi, Abu Yazid al-Busthomi, Hamzah Fanshuri, Abdul Hamid Habulung, Syekh Siti Jenar dan lain-lain. Mereka semua adalah orang-orang yang sudah mencapai tingkat Tauhid yang sangat tinggi (Wihdatul wujud).
Orang beriman itu jauh dari dunia. Orang zuhud jauh dari akhirat, Orang ‘arif jauh dari selain Allah. Orang beriman menolak dunia setelah pintu akhirat terbuka, maka bermukimlah bersama akhirat. Ketika itu kelembutan dan cahaya Allah mendatanginya, lalu akhirat pun ditolaknya. Bagaimana tidak menolak akhirat, karena nyatalah ma’rifat kepada Allah lebih sempurna. Ia terbebas dari selain Allah. Jauh dari dunia, jauh dari akhirat, kosong dari segala sesuatu, hanyalah Allah yang ada, sehingga dunia terbalik menjadi pelayannya. Orang bertauhid dalam keteguhan tauhidnya. Tidak mengenal kata ayah atau ibu, keluarga atau teman, musuh atau harta, pangkat atau kediaman, semua tidak ada dalam hati, hanyalah Allah yang ada dengan keridloan-Nya.



Bandung, Mei 2008

2 komentar:

Kyai Kanjeng Pati mengatakan...

Saya Ibu Rohani
ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKI di MALAYSIA. jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKI itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentang.(AKI KUSMONO).dan katanya nomor yg di berikan oleh (AKI KUSMONO) bener-bener tembus 100% dan kebetulan juga saya sering pasan nomor:akhirnya saya coba untuk menghubungi.( AKI KUSMONO) dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor GHOIB, dan nomor GHOIB yg diberikan (AKI KUSMONO).ALHAMDULILLAH itu bener-bener terbukti tembus 100% yaitu:SINGAPORE 8697 dan saya sangat bersyukur kpd ALLAH S.W.T berkat bantuan AKI. kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk berkumpul dengan keluarga dan bisa juga buka usaha sendiri.mungkin saya tidak bisa membalas budi baik.( AKI KUSMONO) Saya IBU ROHANI bersama dengan keluarga besar, hanya bisa membalas dengan do'a semoga kebaikan (AKI KUSMONO) di bls oleh ALLAH S.W.T Aminnnnnn dan bagi teman" atau pung sahabat" saya yg menjadi TKI/TKW seperti saya,bila ada yg butuh bantuan hubungi saja langsung.Beliau (AKI KUSMONO) DI NOMOR HP: {_+6285244253247_} insya ALLAH beliau akan membantu anda dengan tulus.
Ini benar-benar KISAH NYATA dari saya seorang TKI MALAYSIA
SEMOGA BERMAMFA'AT BUAT KALIAN SMUA NYA DAN JANGAN PERNAH RAGU ATAU JANGAN PERNAH TAKUT,UNTUK MENGHUBUNGi AKI KUSMONO di nomor HP {_+6285244253247_}




Angka GHOIB:SINGAPURA

Angka GHOIB:HONGKONG

Angka GHOIB:MALAYSIA

Angka GHOIB:TOTO MAGNUM

Angka GHOIB:LAOS

Angka GHOIB:SIDNEY

Angka GHOIB:CAMBODIA

Angka GHOIB:CHINA

Angka GHOIB:KOREA

Angka GHOIB:TOTO KUDA

Angka GHOIB:ARAB SAUDI

Angka GHOIB:BRUNEI DARUSSALAM

Angka GHOIB:TAIWAN

Angka GHOIB:JEPANG

Angka GHOIB:THAILAND

Angka GHOIB:THAI LOTTO

Angka GHOIB:THAI LOTTERY

Angka GHOIB:TOKYO

Angka GHOIB:MACAU
TERIMAKASI...

Unknown mengatakan...

Terimakasih banyak AKI karna melalui jalan togel ini saya sekarang sudah bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya bahkan saya juga sudah punya warung makan sendiri hi itu semua berkat bantuan AKI JAYA yang telah membarikan angka 4D nya menang 275 jt kepada saya dan ALHAMDULILLAH berhasil,kini saya sangat bangga pada diri saya sendiri karna melalui jalan togel ini saya sudah bisa membahagiakan orang tua saya..jika anda ingin sukses seperti saya hubungi no hp O85-244-015-689 AKI JAYA,angka ritual AKI JAYA meman selalu tepat dan terbukti..silahkan anda buktikan sendiri. 2D 3D 4D 5D 6D